REFLEKSI TAHUN BARU HIJRAH 1447, LOMPATAN PERADABAN INDONESIA EMAS: MERAJUT MASA DEPAN BANGSA MELALUI VISI PENDIDIKAN TRANSFORMATIF AL-ZAYTUN
(Disarikan dari pidato sambutan peringatan 1 Syuro 1447 oleh Ali Aminulloh)
pkbmal-zaytun.sch.id, Indonesia – Peringatan tahun baru Hijriyah, dua Muharram 1447 di Al-Zaytun pada Sabtu, 28 Juni 2025, memiliki nuansa khas dari peringatan sebelum-sebelumnya. Pada peringatan tahun ini diawali penyampaian gagasan besar Syaykh dengan tema “Menuju Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama demi Terwujudnya Indonesia Modern di Abad 21 usia 100 Tahun Kemerdekaan.
Sebelum penyampaian gagasan Syaykh, Ketua Yayasan Pesantren Indonesia, Datuk Sir Imam Prawoto, KRSS. MBA. CRBC., mewakili panitia pelaksana menyapa para tokoh yang hadir dari berbagai kalangan. Beliau juga menjelaskan jumlah peserta yang hadir mencapai 15.172 orang yang datang dari berbagai daerah termasuk dari negeri Jiran Malaysia dan Singapura. Selanjutnya, Ketua YPI secara resmi memperkenalkan gagasan visioner dari Syaykh Abdussalam Panji Gumilang. Gagasan ini, yang dinamakan “Novum Gradum” dengan pendekatan L-STEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Art, dan Matematika), bertujuan mengimplementasikan pendidikan yang komprehensif. Melalui gagasan “Naskah Gagasan Pendidikan Indonesia Raya 2045 di 500 Kawasan Pendidikan Berasrama,” Al-Zaytun bertekad membentuk manusia seutuhnya menuju peradaban Indonesia Emas yang kokoh di atas dasar Pancasila, menandai sebuah lompatan signifikan dalam narasi pendidikan nasional.
Syaykh Al-Zaytun: Cetak Biru Pendidikan Indonesia Emas 2045
Dalam paparannya yang mendalam, Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, S.Sos. MP menguraikan visi “Pendidikan Indonesia Raya 2045”, sebuah cetak biru spektakuler untuk mengatasi problematika fundamental pendidikan di Tanah Air. Beliau mengidentifikasi filosofi pendidikan Indonesia saat ini yang cenderung linear, kontras dengan kemajuan spiral yang dicapai bangsa lain, mengakibatkan stagnasi. Tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan besar, di mana model pendidikan terpusat di Jawa dan banyak daerah terpencil kurang terlayani, turut memperparah kondisi ini. Dengan menyoroti isu-isu seperti guru tunggal di sekolah dasar terpencil dan perubahan kebijakan yang inkonsisten, Syaykh Panji Gumilang menegaskan urgensi sebuah “lompatan baru” atau Novum Gradum untuk mencapai status juara di mata dunia pada 2045.
Sebagai solusi revolusioner, Novum Gradum mengusulkan pendirian 500 kawasan pendidikan berasrama di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia, masing-masing seluas minimal 3.000 hektare. Konsep ini mencakup beasiswa penuh bagi 50 juta pelajar hingga kelas 15 (setara setengah kesarjanaan) dan pengintegrasian kurikulum L-STEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) untuk membentuk generasi yang mahir dan berwawasan hukum. Syaykh Panji Gumilang meyakini bahwa dana negara lebih dari cukup untuk proyek ini, bahkan memproyeksikan Indonesia mampu mencapai swasembada pangan (20 ton beras/hektare/tahun) dan membangun infrastruktur modern seperti kereta cepat Trans-Pulau pada 2045, menandai kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan “digdaya” di pentas global.
Gagasan besar Syaykh Al-Zaytun ditanggapi oleh 17 penyambut dari berbagai kalangan: dari guru besar, praktisi pendidikan, pejabat kementerian, tokoh tokoh kerukunan beragama, pimpinan lintas agama, dan tokoh masyarakat lainnya, baik dalam maupun luar negeri. Masing-masing memberikan pandangan dari masing-masing prespektif.
Orasi pertama menyambut gagasan Syaykh Al-Zaytun, disampaikan oleh Prof. Dr. H. Wawan Wahyudin M.Pd., Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Beliau memberikan pandangan yang menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia sebagai penentu kemajuan bangsa, yang diawali dengan kualitas pendidikan, pendidik, kurikulum, sarana prasarana, dan regulasi. Ia sangat mengapresiasi gagasan Syaykh Abdussalam Panji Gumilang dan berharap kurikulum yang digagas dapat terakomodir dalam sisdiknas yang baru, dengan menambahkan “kurikulum cinta” yang menekankan hubungan baik dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. Dalam pesannya kepada para santri, ia menitipkan tiga “ibu” yang harus dihormati: ibu kandung, ibu bapak guru, dan Ibu Pertiwi, sebagai fondasi karakter dan kebangsaan.
Penyambut berikutnya, Brigjen (Purn) Dr. Harangan Sitorus, seorang dosen dan praktisi pendidikan strategi, mengungkapkan rasa syukurnya dapat hadir di Al-Zaytun dan mengapresiasi konsep pendidikan yang diusung oleh Syaykh Panji Gumilang, khususnya mengenai pendidikan berasrama dan bela negara. Ia menyoroti pentingnya menjaga keutuhan NKRI yang “harga mati” , dan menekankan bahwa persatuan bangsa adalah kunci kekuatan. Sitorus juga memaparkan pengalamannya bertugas di Jawa Barat dan mengemukakan data menarik tentang suku Batak yang memiliki jumlah sarjana terbanyak di Indonesia. Ia juga menyinggung tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kekayaan maritim Indonesia dengan memperkenalkan jumlah pulau di Indonesia yaitu 17.845 pulau.
Profesor Dr. Ciek Juliati Hisham, MM., MSI, Guru Besar Tetap Universitas Negeri Jakarta dan Pakar Sosiologi Pendidikan, sebagai penyambut ketiga memberikan orasi yang mengapresiasi gagasan Syaykh Panji Gumilang mengenai “Lanskap Pendidikan Indonesia Raya dengan konsep berbasis L-STEAM” (Law, Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics). Ia menyoroti kemunduran pendidikan dan hukum di Indonesia, serta praktik korupsi yang merugikan. Prof. Ciek juga mengungkapkan keinginannya untuk mengubah label negatif Al-Zaytun dan mengusulkan agar perguruan tinggi tersebut menjadi universitas umum, mengingat fasilitas yang memadai seperti pertanian dan perkapalan. Ia juga mendukung gagasan Menteri Agama untuk penyembelihan dam haji di Indonesia yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.Dan Al-Zaytun dapat menjadi mitra untuk penyedia hajat dam bagi seluruh jaah haji di Indonesia.
Sambutan selanjutnya disampaikan Dr. Anton Wardaya, M.Sc., M.P.P., CDMS., CEO Wardaya College, Kepala Sekolah Wardaya, Pembina Olimpiade Matematika, Staff Kementerian Pendidikan Nasional dan Presiden Lions Club. Dalam orasinya menyoroti potensi besar anak-anak Indonesia yang tersebar di 30 provinsi. Ia sangat mendukung konsep sekolah berasrama yang digagas oleh Syaykh Panji Gumilang sebagai solusi untuk membentuk karakter dan mengatasi berbagai masalah kebangsaan seperti korupsi dan penurunan kualitas pendidikan. Wardaya juga menjelaskan program pemerintah, yaitu pembangunan sekolah Garuda dan sekolah rakyat, serta beasiswa untuk pendidikan tinggi di dalam dan luar negeri. Ia mengapresiasi Al-Zaytun sebagai sekolah berasrama terbesar di Asia Tenggara dengan fasilitas pertanian dan perkapalan, sejalan dengan identitas Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Ia juga menyoroti pentingnya matematika sebagai inti dari ilmu pengetahuan dalam kurikulum L-STEAM sebagaimana di gagas Syaykh.
Tidak kalah menarik, Dr. Dodi Budiroman, Ketua Program Studi Magister Agronomi, mewakili Direktur Pasca Sarjana UGJ Cirebon merespon gagasan Syaykh dengan antusias. Ia menegaskan bahwa konsep pendidikan berasrama Syaykh Panji Gumilang sejalan dengan amanah Kemendikbudristekdikti untuk menciptakan program kampus yang berdampak, bukan hanya berhenti di jurnal ilmiah. Ia memuji Al-Zaytun sebagai perintis model ini, yang telah mengintegrasikan industri pangan, pertanian, dan perikanan, serta memiliki potensi besar untuk mewujudkan kemandirian pangan dan energi. Dodi Budiroman menekankan pentingnya pendidikan berasrama yang berbasis agribisnis dan menjunjung tinggi ekosistem alam, mengingat tiga krisis global saat ini: perubahan iklim, degradasi kesuburan tanah, dan krisis oksigen. Ia mengapresiasi upaya Al-Zaytun dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan dan organik sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk serta pestisida kimia sintetis, sekaligus menjadi penyumbang oksigen bagi lingkungan luas. Di tengah ketidakpastian pasokan pupuk akibat konflik global, kemandirian organik yang diusung Al-Zaytun menjadi semakin relevan, menawarkan solusi nyata bagi ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, UGJ siap mendukung gagasan-gagasan visioner ini demi kemajuan bangsa Indonesia yang kaya sumber daya.
Ir. Ilham Aidit, pendiri Forum Silaturahmi Anak Bangsa, menyatakan kegembiraannya atas kesehatan Syaykh Panji Gumilang, mengakui peran pentingnya dalam tugas-tugas besar yang masih menanti. Ia mengenang simposium 5-6 tahun lalu yang menyimpulkan bahwa “pendidikan” adalah kata kunci terpenting agar sebuah negara dapat bertahan dan berjaya. Mengutip pengalamannya, Aidit menegaskan bahwa Al-Zaytun, sebagai lembaga pendidikan, telah berada di jalur yang benar dengan segala upayanya, meskipun menghadapi banyak hambatan. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mendukung dan mendoakan Al-Zaytun agar terus berkembang, menjadi jaya, dan bermanfaat bagi negara.
Kepala Kementerian Agama Kabupaten Indramayu, Dr. Aguts Muhaimin, S.Pd.I., M.Ag., menyatakan kebanggaannya atas gagasan Syaykh Panji Gumilang mengenai kurikulum L-STEAM, namun mengusulkan penambahan dimensi etika dan agama. Ia berpandangan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari kekayaan atau teknologi, melainkan dari kedalaman kalbu dan hati, menekankan pentingnya basis spiritual dan mental dalam pendidikan. Baginya, Al-Zaytun adalah miniatur Indonesia, sebuah lembaga pendidikan yang luar biasa yang turut membantu negara dalam tugas pendidikan. Aguts juga menyoroti bahwa kesalahpahaman tentang Al-Zaytun seringkali disebabkan oleh kurangnya silaturahim, dan melalui silaturahim, pemahaman serta toleransi dapat terjalin, memungkinkan kerja sama antarpihak. Kementerian Agama, yang mewadahi berbagai agama, mengapresiasi inspirasi dari Al-Zaytun dan berharap ini menjadi awal dari peradaban bangsa Indonesia yang lebih baik.
Aceng Suherman, Ketua Bidang Pengembangan dan Hubungan Rumah Ibadah Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), menyampaikan apresiasinya terhadap gagasan transformasi revolusioner pendidikan yang diusung oleh Syaykh Panji Gumilang. Ia menekankan pentingnya menanamkan karakter luhur dan membekali generasi penerus dengan daya saing global, namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual. Matakin sepenuhnya mendukung gagasan ini, percaya bahwa kolaborasi antarumat, antarinstitusi, dan antarbudaya adalah kunci untuk membentuk wajah pendidikan nasional yang unggul dan beradab. Kegiatan di Al-Zaytun ini dipandang bukan sebagai akhir, melainkan permulaan dari jalinan silaturahmi, kerja sama yang kokoh, dan karya nyata yang bermanfaat bagi sesama, dengan harapan Al-Zaytun dapat menjadi contoh pendidikan yang toleran dan damai bagi seluruh bangsa Indonesia.
Sejalan dengan utusan MATAKIN, I Wayan Sukawijaya BA, perwakilan umat Hindu, menyampaikan kekagumannya terhadap Al-Zaytun, menyebutnya sebagai “negara baru” karena tingkat toleransi dan penyambutan yang luar biasa. Ia terharu melihat kebersamaan lebih dari 15.000 jemaah dan merasa suasana di Al-Zaytun sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana dalam agama Hindu, yang menekankan hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Wayan Sukawijaya memuji kemegahan masjid sebagai simbol hubungan dengan Tuhan, toleransi antarmanusia yang kuat, serta keindahan lingkungan yang hijau dan subur sebagai cerminan hubungan baik dengan alam. Pengalamannya sebagai pelaut yang hidup berdampingan dengan 65 kebangsaan berbeda memperkuat apresiasinya terhadap suasana harmonis di Al-Zaytun, berharap hubungan ini terus terjaga demi Indonesia yang semakin utuh, jaya, dan berdikari.
Tunisman, tokoh masyarakat Buddha dari Paguyuban Umat Buddha Kebumen, juga mengungkapkan kekagumannya terhadap Al-Zaytun dan gagasan mulia Syaykh Panji Gumilang. Ia terkesan dengan kemegahan masjid yang melambangkan kekuatan Al-Zaytun serta visi Syaykh Panji Gumilang yang dianggap luar biasa di antara jutaan pemikiran di Indonesia. Tunisman berharap sistem pendidikan Al-Zaytun, dengan toleransi yang kuat, dapat “dikloning” dan didirikan di berbagai wilayah lain di Indonesia, sehingga pendidikan berkualitas dapat merata. Dengan meratanya pendidikan dan toleransi, ia meyakini persatuan Indonesia akan semakin terwujud.
Selanjutnya, Dr. dr. Ellie Engelbert Lasut M.E., mantan Bupati Kepulauan Talaud 3 periode, mengkategorikan Syaykh Panji Gumilang sebagai tokoh pemersatu bangsa, menyamakannya dengan seorang bapak yang membangun keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah. Ia mengakui bahwa meskipun manusia berbeda, nilai-nilai universal seperti toleransi, persatuan, dan perdamaian harus terus diperjuangkan. Lasut mengapresiasi konsistensi Syaykh Panji Gumilang dalam menggagas dan menyemangati bangsa ini dengan nilai-nilai universal melalui Al-Zaytun, berharap perjuangan mulia ini akan terus hidup dan berkembang menuju Indonesia Emas.
Sambutan ke 12, disampaikan dengan penuh semangat oleh Dr. Baiq Hana Susanti, akademisi dan peneliti di bidang Pendidikan Biologi dan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Pendidikan dari Universitas Indonesia. Beliau menyatakan kebahagiaannya atas gagasan Novum Gradum Syaykh Panji Gumilang, karena merasa tidak sendiri dalam mengembangkan solusi pendidikan berbasis AI. Sebagai pemimpin Artificial Intelligence Center Indonesia, ia menegaskan kesiapan lembaganya dalam menyumbangkan kurikulum, media pembelajaran, dan fasilitator berbasis AI untuk mendukung program 500 sekolah berasrama. Baiq Hana Susanti optimistis bahwa teknologi AI dapat direalisasikan untuk penerimaan santri, pembuatan rencana pelajaran, evaluasi kinerja guru, dan operasional pendidikan secara aman, lancar, dan objektif, tanpa subjektivitas. Ini menjadi sumbangan kecil dari AI Center Indonesia untuk mencetak generasi emas 2045 dan mewujudkan misi Al-Zaytun dalam membentuk manusia yang sehat, cerdas, dan manusiawi.
Dr. H. Fahrudin Zuhri, Wakil Ketua Wanhat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tangerang Selatan, sebagai pembiacara ke 13, menyambut positif gagasan pendidikan multikompetensi berbasis religi dan nasionalisme ala Al-Zaytun. Ia menekankan bahwa pendidikan yang komprehensif, seperti yang ditawarkan Al-Zaytun, adalah kunci untuk menciptakan generasi emas Indonesia menjelang 100 tahun kemerdekaan. Zuhri mengapresiasi upaya Syaykh Panji Gumilang yang berhasil menyatukan berbagai latar belakang dan pandangan di Masjid Rahmatan Lil Alamin, menunjukkan bahwa Al-Zaytun adalah ikon pergerakan Rasulullah SAW yang menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan. Baginya, model pendidikan ini layak diperjuangkan dan direplikasi di minimal 500 titik di seluruh pelosok tanah air, sebagai jawaban konkret terhadap tantangan masa depan bangsa.
Pendeta Gomar Gultom M.Th, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), mengapresiasi tema peringatan 1 Syuro di Al-Zaytun yang berfokus pada transformasi revolusioner dalam pendidikan berasrama, dengan konsep “Novum Gradum” yang berarti lompatan baru. Ia melihat gagasan 500 kawasan pendidikan berasrama di setiap kabupaten sebagai solusi realistis untuk meratakan pendidikan di Indonesia yang kepulauan, mencegah brain drain dan arus uang dari desa ke kota. Namun, ia menyuarakan keprihatinan terhadap korupsi yang menghambat realisasi dana besar untuk pendidikan. Gomar Gultom menyerukan agar semua pihak tidak menyerah dan bersama-sama melompat untuk perubahan, menjadikan gagasan ini inspirasi transformasi menuju peradaban insani berakhlak mulia dan berkeadilan sosial.
Berbeda dengan penyambut sebelumnya, Abdurrahman dari “komunitas eden” hanya memberikan pengantar berupa apresiasi kepada Syaykh Al-Zaytun yang telah memberikan ruang secara terhormat pada forum yang besar ini. Sungguh ini merupakan cerminan dari nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Al-Zaytun secara nyata telah mengamalkan Pancasila dalam kesehariannya. Selanjutnya komunitas ini menyanyikan lagu “Pancasila Mendunia” diatas panggung kehormatan. Lagu ini mengandung pesan bahwa Tuhan memberkati ideologi Pancasila dan keinginan-Nya menjadikan idilogi ini mendunia. Idiologi ini diterima sebagai idiologi universal.
Sambutan ke 16 disampaikan Yusuf Langke, Ketua Gerakan Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi Yogyakarta, menyampaikan kekagumannya terhadap kepemimpinan Syaykh Panji Gumilang yang mampu menyatukan beragam suku, agama, dan latar belakang pendidikan di Al-Zaytun. Ia percaya bahwa hanya orang yang suci hatinya dan mengenal Tuhan yang dapat menjadi pemimpin sejati, serta menekankan pentingnya keteladanan dalam kepemimpinan. Yusuf Langke melihat Al-Zaytun sebagai “Indonesia Mini” yang dapat menjadi contoh bagi 514 kota di Indonesia untuk menyatukan keberagaman. Ia berharap visi besar Syaykh Panji Gumilang untuk melahirkan pemimpin-pemimpin baru dari Al-Zaytun akan terwujud, menjadikan pendidikan sebagai fondasi utama untuk menciptakan generasi cerdas dan berkarakter, demi terwujudnya Indonesia Emas 2045.
Last but not least, penyambut terakhir, Ahmad Ruzizan Mapilindo, tokoh masyarakat dari Malaysia dan Singapura, menyatakan penghargaan tinggi atas undangan ke Al-Zaytun dan mengapresiasi peringatan 1 Syuro sebagai acara inklusif yang kaya nilai spiritual, kenegaraan, persahabatan, dan kemanusiaan. Ia memuji Al-Zaytun sebagai “kampus berdampak” yang mewujudkan transformasi revolusioner dalam pendidikan berasrama menuju Indonesia modern abad ke-21. Maphilindo menyerukan keberanian untuk berubah dan menciptakan sejarah baru di tengah dominasi digital dan AI, dari pasif menjadi pelopor. Ia berharap sistem pendidikan Al-Zaytun dapat membebaskan potensi setiap insan, melahirkan pemimpin yang merdeka ruh, pikir, dan ilmu dengan integritas, kompetensi, dan patriotisme tinggi, dan akan menyampaikan gagasan ini kepada pemerintah Malaysia.
Sesungguhnya masih banyak tokoh lain yang hendak menyambut, namun keterbatan waktu, mereha hanya memberikan sambutan informal diluar forum. Namun hal ini tidak mengurangi maknanya, karena pada intinya semua tokoh yang hadir memiliki satu titik temu bahwa agar Indonesia maju dan mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang, kuncinya satu “lakukan transformasi pendidikan radikal”. Dan ini menjadi tugas Negara untuk merealisasikannya.
Epilog
Dari setiap paparan, setiap pandangan, dan setiap harapan yang terangkai dalam simposium ini, terlukis jelas sebuah aspirasi kolektif: mewujudkan Indonesia Emas 2045. Visi pendidikan transformatif yang digagas Syaykh Panji Gumilang, dengan fondasi “Novum Gradum” dan kurikulum L-STEAM, bukan sekadar cetak biru akademis; ia adalah sebuah melodi harmoni yang menyerukan persatuan, toleransi, dan kemandirian. Dukungan lintas agama, lintas profesi, dan lintas negara yang berkumpul di Al-Zaytun menjadi bukti nyata bahwa benih harapan ini telah menyebar, menyatukan hati-hati yang mendambakan sebuah peradaban baru, di mana setiap anak bangsa memiliki kesempatan setara untuk tumbuh dan berkontribusi pada kejayaan negerinya.
Maka, “Lompatan Baru” yang diimpikan bukanlah sekadar retorika, melainkan sebuah panggilan mendalam bagi setiap elemen bangsa. Ini adalah ajakan untuk tidak hanya bermimpi, tetapi juga berani bertindak, merangkul inovasi, dan menyingkirkan segala hambatan demi terwujudnya pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berkarakter. Semoga semangat kebersamaan yang terjalin di Al-Zaytun ini menjadi pemicu bagi langkah-langkah nyata selanjutnya, memastikan bahwa pada 2045 nanti, Indonesia akan berdiri tegak sebagai bangsa yang digdaya, beradab, dan inspiratif di mata dunia, mewariskan sebuah peradaban emas bagi generasi mendatang.

